Selasa, 18 Januari 2011

Kajian Islam Valentine Dalam Perspektif Islam


Hari Kasih atau Valentine dalam tinjauan syariat


Valentine’s Day sebenarnya, bersumber dari paganisme orang musyrik, penyembahan berhala dan penghormatan pada pastor kuffar. Bahkan tak ada kaitannya dengan “kasih sayang”, lalu kenapa kita masih juga menyambut Hari Valentine ? Adakah ia merupakan hari yang istimewa? Adat? Atau hanya ikut-ikutan semata tanpa tahu asal muasalnya?

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertangggungjawabannya” (Al Isra' : 36).

Sebelum kita terjerumus pada budaya yang dapat menyebabkan kita tergelincir kepada kemaksiatan maupun penyesalan, kita tahu bahwa acara itu jelas berasal dari kaum kafir yang akidahnya berbeda dengan ummat Islam, sedangkan Rasulullah bersabda: Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri Radiyallahu 'anhu : Rasulullah bersabda: "Kamu akan mengikuti sunnah orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sampai mereka masuk ke dalam lubang biawak kamu tetap mengikuti mereka. Kami bertanya: Wahai Rasulullah, apakah yang kamu maksudkan itu adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani? Rasulullah bersabda: Kalau bukan mereka, siapa lagi?" ( HR. Bukhori dan Muslim ).

Pertanyaan : Sebagian orang merayakan Yaum Al-Hubb (Hari Kasih Sayang) pada tanggal 14 Februari [bulan kedua pada kalender Gregorian kristen / Masehi] setiap tahun, diantaranya dengan saling-menghadiahi bunga mawar merah. Mereka juga berdandan dengan pakaian merah (merah jambu,red), dan memberi ucapan selamat satu sama lain (berkaitan dengan hari tsb).

Beberapa toko-toko gula-gula pun memproduksi manisan khusus - berwarna merah- dan yang menggambarkan simbol hati/jantung ketika itu (simbol love/cinta, red). Toko-tokopun tersebut mengiklankan yang barang-barang mereka secara khusus dikaitkan dengan hari ini. Bagaimana pandangan syariah Islam mengenai hal berikut :

1. Merayakan hari valentine ini ?
2. Melakukan transaksi pembelian pada hari valentine ini?
3. Transaksi penjualan – sementara pemilik toko tidak merayakannya – dalam berbagai hal yang dapat digunakan sebagai hadiah bagi yang sedang merayakan?
Semoga Allah memberi Anda penghargaan dengan seluruh kebaikan !

Jawaban : Bukti yang jelas terang dari Al Qur’an dan Sunnah - dan ini adalah yang disepakati oleh konsensus ( Ijma') dari ummah generasi awal muslim - menunjukkan bahwa ada hanya dua macam Ied (hari Raya) dalam Islam : ' Ied Al-Fitr (setelah puasa Ramadhan) dan ' Ied Al-Adha (setelah hari ' Arafah untuk berziarah).

Maka seluruh Ied yang lainnya - apakah itu adalah buatan seseorang, kelompok, peristiwa atau even lain – yang diperkenalkan sebagai hari Raya / ‘Ied, tidaklah diperkenankan bagi muslimin untuk mengambil bagian didalamnya, termasuk mengadakan acara yang menunjukkan sukarianya pada even tersebut, atau membantu didalamnya – apapun bentuknya – sebab hal ini telah melampaui batas-batas syari’ah Allah:

وَتِلْكَ حُدُودُاللَّهِ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ
Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. [ Surah At-Thalaq ayat 1]

Jika kita menambah-nambah Ied yang telah ditetapkan, sementara faktanya bahwa hari raya ini merupakan hari raya orang kafir, maka yang demikian termasuk berdosa. Disebabkan perayaan Ied tersebut meniru-niru (tasyabbuh) dengan perilaku orang-orang kafir dan merupakan jenis Muwaalaat (Loyalitas) kepada mereka. Dan Allah telah melarang untuk meniru-niru perilaku orang kafir tersebut dan termasuk memiliki kecintaan, kesetiaan kepada mereka, yang termaktub dalam kitab Dzat yang Maha Perkasa (Al Qur’an). Ini juga ketetapan dari Nabi (Shalallaahu ` Alaihi wa sallam) bahwa beliau bersabda : “Barangsiapa meniru suatu kaum, maka dia termasuk dari kaum tersebut”.

Ied al-Hubb (perayaan Valentine's Day) datangnya dari kalangan apa yang telah disebutkan, termasuk salah satu hari besar / hari libur dari kaum paganis Kristen. Karenanya, diharamkan untuk siapapun dari kalangan muslimin, yang dia mengaku beriman kepada Allah dan Hari Akhir, untuk mengambil bagian di dalamnya, termasuk memberi ucapan selamat (kepada seseorang pada saat itu). Sebaliknya, adalah wajib untuknya menjauhi dari perayaan tersebut - sebagai bentuk ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya, dan menjaga jarak dirinya dari kemarahan Allaah dan hukumanNya.

Lebih-lebih lagi, hal itu terlarang untuk seorang muslim untuk membantu atau menolong dalam perayaan ini, atau perayaan apapun juga yang termasuk terlarang, baik berupa makanan atau minuman, jual atau beli, produksi, ucapan terima kasih, surat-menyurat, pengumuman, dan lain lain. Semua hal ini dikaitkan sebagai bentuk tolong-menolong dalam dosa serta pelanggaran, juga sebagai bentuk pengingkaran atas Allah dan Rasulullah. Allaah, Dzat yang Maha Agung dan Maha Tinggi, berfirman:

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. [Surah al-Maa.idah, Ayat 2]
Demikian juga, termasuk kewajiban bagi tiap-tiap muslim untuk memegang teguh atas Al Qur’an dan Sunnah dalam seluruh kondisi - terutama saat terjadi rayuan dan godaan kejelekan. Maka semoga dia memahami dan sadar dari akibat turutnya dia dalam barisan sesat tersebut yang Allah murka padanya (Yahudi) dan atas mereka yang tersesat (Kristen), serta orang-orang yang mengikuti hawa nafsu diantara mereka, yang tidak punya rasa takut - maupun harapan dan pahala - dari Allah, dan atas siapa-siapa yang memberi perhatian sama sekali atas Islam.

Maka hal ini sangat penting bagi muslim untuk bersegera kembali ke jalan Allah, yang Maha Tinggi, mengharap dan memohon Hidayah Nya (Bimbingan) dan Tsabbat (Keteguhan) atas jalanNya. Dan sungguh, tidak ada pemberi petunjuk kecuali Allaah, dan tak seorangpun yang dapat menganugrahkan keteguhan kecuali dariNya.

Dan kepada Allaah lah segala kesuksesan dan semgoa Allaah memberikan sholawat dan salam atas Nabi kita ( Shalallaahu ` Alaihi wa sallam) beserta keluarganya dan rekannya.

Lembaga tetap pengkajian ilmiah dan riset fatwa
Ketua : Syaikh ' Abdul ' Aziz Al Asy-Syaikh;
Wakil Ketua : Syaikh Saalih ibn Fauzaan;
Anggota: Syaikh ' Abdullaah ibn Ghudayyaan;

Anggota: Syaikh Bakar Ibn ' Abdullaah Abu Zaid

(Fataawa al-Lajnah ad-Daaimah lil-Buhuts al-'Ilmiyyah Wal-Iftaa.- Fatwa Nomor 21203. Lembaga tetap pengkajian ilmiah dan riset fatwa Saudi Arabia)


Pertanyaan : Bagaimana hukum merayakan hari Kasih Sayang / Valentine Day's ?

Syaikh Muhammad Sholih Al-Utsaimin menjawab :
“Merayakan hari Valentine itu tidak boleh, karena:

Pertama: ia merupakan hari raya bid‘ah yang tidak ada dasar hukumnya di dalam syari‘at Islam.

Kedua: ia dapat menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara rendahan seperti ini yang sangat bertentangan dengan petunjuk para salaf shalih (pendahulu kita) – semoga Allah meridhai mereka. Maka tidak halal melakukan ritual hari raya, baik dalam bentuk makan-makan, minum-minum, berpakaian, saling tukar hadiah ataupun lainnya. Hendaknya setiap muslim merasa bangga dengan agamanya, tidak menjadi orang yang tidak mempunyai pegangan dan ikut-ikutan. Semoga Allah melindungi kaum muslimin dari segala fitnah (ujian hidup), yang tampak ataupun yang tersembunyi dan semoga meliputi kita semua dengan bimbingan-Nya.”

Maka adalah wajib bagi setiap orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat untuk melaksanakan wala’ dan bara’ ( loyalitas kepada muslimin dan berlepas diri dari golongan kafir) yang merupakan dasar akidah yang dipegang oleh para salaf shalih. Yaitu mencintai orang-orang mu’min dan membenci dan menyelisihi (membedakan diri dengan) orang-orang kafir dalam ibadah dan perilaku.

Di antara dampak buruk menyerupai mereka adalah: ikut mempopulerkan ritual-ritual mereka sehingga terhapuslah nilai-nilai Islam. Dampak buruk lainnya, bahwa dengan mengikuti mereka berarti memperbanyak jumlah mereka, mendukung dan mengikuti agama mereka, padahal seorang muslim dalam setiap raka’at shalatnya membaca,

“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (Al-Fatihah:6-7)

Bagaimana bisa ia memohon kepada Allah agar ditunjukkan kepadanya jalan orang-orang yang mukmin dan dijauhkan darinya jalan golongan mereka yang sesat dan dimurkai, namun ia sendiri malah menempuh jalan sesat itu dengan sukarela. Lain dari itu, mengekornya kaum muslimin terhadap gaya hidup mereka akan membuat mereka senang serta dapat melahirkan kecintaan dan keterikatan hati.

Allah Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al-Maidah:51)

“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya.” (Al-Mujadilah: 22)

Ada seorang gadis mengatakan, bahwa ia tidak mengikuti keyakinan mereka, hanya saja hari Valentine tersebut secara khusus memberikan makna cinta dan suka citanya kepada orang-orang yang memperingatinya.

Saudaraku! Ini adalah suatu kelalaian, padahal sekali lagi: Perayaan ini adalah acara ritual agama lain! Hadiah yang diberikan sebagai ungkapan cinta adalah sesuatu yang baik, namun bila dikaitkan dengan pesta-pesta ritual agama lain dan tradisi-tradisi Barat, akan mengakibatkan seseorang terobsesi oleh budaya dan gaya hidup mereka.

Mengadakan pesta pada hari tersebut bukanlah sesuatu yang sepele, tapi lebih mencerminkan pengadopsian nilai-nilai Barat yang tidak memandang batasan normatif dalam pergaulan antara pria dan wanita sehingga saat ini kita lihat struktur sosial mereka menjadi porak-poranda.

Alhamdulillah, kita mempunyai pengganti yang jauh lebih baik dari itu semua, sehingga kita tidak perlu meniru dan menyerupai mereka. Di antaranya, bahwa dalam pandangan kita, seorang ibu mempunyai kedudukan yang agung, kita bisa mempersembahkan ketulusan dan cinta itu kepadanya dari waktu ke waktu, demikian pula untuk ayah, saudara, suami …dst, tapi hal itu tidak kita lakukan khusus pada saat yang dirayakan oleh orang-orang kafir.

Semoga Allah Subhannahu wa Ta'ala senantiasa menjadikan hidup kita penuh dengan kecintaan dan kasih sayang yang tulus, yang menjadi jembatan untuk masuk ke dalam Surga yang hamparannya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.

Menyampaikan Kebenaran adalah kewajiban setiap Muslim. Kesempatan kita saat ini untuk berdakwah adalah dengan menyampaikan buletin ini kepada saudara-saudara kita yang belum mengetahuinya.

Semoga Allah Ta'ala Membalas 'Amal Ibadah Kita.


Penjelasan Tambahan :
Beberapa versi sebab-musabab dirayakannya hari Kasih sayang ini, dalam The World Book Encyclopedia (1998) melukiskan banyaknya versi mengenai Valentine’s Day.
1. Perayaan Lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian di masa Romawi Kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama, dipersembahkan untuk dewi cinta (queen of feverish love) Juno Februata. Pada hari ini, para pemuda mengundi nama –nama gadis di dalam kotak. Lalu setiap pemuda mengambil nama secara acak dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama setahun untuk senang-senang dan obyek hiburan. Pada 15 Februari, mereka meminta perlindungan dewa Lupercalia dari gangguan srigala. Selama upacara ini, kaum muda melecut orang dengan kulit binatang dan wanita berebut untuk dilecut karena anggapan lecutan itu akan membuat mereka menjadi lebih subur.

Ketika agama Kristen Katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani, antara lain mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I (lihat: The Encyclopedia Britannica, sub judul: Christianity). Agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (lihat: The World Book Encyclopedia 1998).

The Catholic Encyclopedia Vol. XV sub judul St. Valentine menuliskan ada 3 nama Valentine yang mati pada 14 Februari, seorang di antaranya dilukiskan sebagai yang mati pada masa Romawi. Namun demikian tidak pernah ada penjelasan siapa “St. Valentine” termaksud, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda.

Menurut versi pertama, Kaisar Claudius II memerintahkan menangkap dan memenjarakan St. Valentine karena menyatakan tuhannya adalah Isa Al-Masih dan menolak menyembah tuhan-tuhan orang Romawi. Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan. Orang-orang yang mendambakan doa St.Valentine lalu menulis surat dan menaruhnya di terali penjaranya.

Versi kedua menceritakan bahwa Kaisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat dalam medan peperangan dari pada orang yang menikah. Kaisar lalu melarang para pemuda untuk menikah, namun St.Valentine melanggarnya dan diam-diam menikahkan banyak pemuda sehingga iapun ditangkap dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M (lihat: The World Book Encyclopedia, 1998).

Kebiasaan mengirim kartu Valentine itu sendiri tidak ada kaitan langsung dengan St. Valentine. Pada 1415 M ketika the Duke of Orleans dipenjara di Tower of London, pada perayaan hari gereja mengenang St.Valentine 14 Februari, ia mengirim puisi kepada istrinya di Perancis. Kemudian Geoffrey Chaucer, penyair Inggris mengkaitkannya dengan musim kawin burung dalam puisinya (lihat: The Encyclopedia Britannica, Vol.12 hal.242 , The World Book Encyclopedia, 1998).

Lalu bagaimana dengan ucapan “Be My Valentine?” Ken Sweiger dalam artikel “Should Biblical Christians Observe It?” (www.korrnet.org) mengatakan kata “Valentine” berasal dari Latin yang berarti : “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. Maka disadari atau tidak, -tulis Ken Sweiger- jika kita meminta orang menjadi “to be my Valentine”, hal itu berarti melakukan perbuatan yang dimurkai Tuhan (karena memintanya menjadi “Sang Maha Kuasa”) dan menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Dalam Islam hal ini disebut Syirik, yang artinya menyekutukan Allah Subhannahu wa Ta'ala. Adapun Cupid (berarti: the desire), si bayi bersayap dengan panah adalah putra Nimrod “the hunter” dewa Matahari. Disebut tuhan Cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri! . Layaknya seorang muslim segera bertaubat mengucap istighfar, "Astaghfirullah", wa naudzubillahi min dzalik. (Dari berbagai sumber).


Hukum Merayakan Valentin's Day

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin




Pertanyaan:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Akhir-akhir ini telah merebak perayaan valentin's day -terutama di kalangan para pelajar putri-, padahal ini merupakan hari raya kaum Nashrani. Mereka mengenakan pakaian berwarna merah dan saling bertukar bunga berwarna merah.. Kami mohon perkenan Syaikh untuk menerangkan hukum perayaan semacam ini, dan apa saran Syaikh untuk kaum muslimin sehubungan dengan masalah-masalah seperti ini. Semoga Allah menjaga dan memelihara Syaikh.

Jawaban:
Tidak boleh merayakan valentin's day karena sebab-sebab berikut:

Pertama.
Bahwa itu adalah hari raya bid'ah, tidak ada dasarnya dalam syari'at.

Kedua.
Bahwa itu akan menimbulkan kecengengan dan kecemburuan.

Ketiga.
Bahwa itu akan menyebabkan sibuknya hati dengan perkara-perkara bodoh yang bertolak belakang dengan tuntunan para salaf.

Karena itu, pada hari tersebut tidak boleh ada simbol-simbol perayaan, baik berupa makanan, minuman, pakaian, saling memberi hadiah, ataupun lainnya.

Hendaknya setiap muslim merasa mulia dengan agamanya dan tidak merendahkan diri dengan menuruti setiap ajakan. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala melindungi kaum muslimin dari setiap fitnah, baik yang nyata maupun yang tersembunyi, dan semoga Allah senantiasa membimbing kita dengan bimbingan dan petunjukNya.


[Fatawa Syaikh Ibnu Utsaimin, tanggal 5/11/1420 H yanq beliau tandatangani]


HUKUM MERAYAKAN VALENTIN'S DAY


Oleh
Al-Lajnah Ad-Da' imah lil Buhuts Al-'Ilmiyah wal
Ifta'




Pertanyaan:
Al-Lajnah Ad-Da' imah lil Buhuts Al-'Ilmiyah wal Ifta' ditanya : Setiap tahunnya, pada tanggal 14 Februari, sebagian orang merayakan valentin's day. Mereka saling betukar hadiah berupa bunga merah, mengenakan pakaian berwarna merah, saling mengucapkan selamat dan sebagian toko atau produsen permen membuat atau menyediakan permen-permen yang berwarna merah lengkap dengan gambar hati, bahkan sebagian toko mengiklankan produk-produknya yang dibuat khusus untuk hari tersebut. Bagaimana pendapat Syaikh tentang:

Pertama: Merayakan hari tersebut?
Kedua: Membeli produk-produk khusus tersebut pada hari itu?
Ketiga: Transaksi jual beli di toko (yang tidak ikut merayakan) yang menjual barang yang bisa dihadiahkan pada hari tersebut, kepada orang yang hendak merayakannya?
Semoga Allah membalas Syaikh dengan kebaikan.

Jawaban:
Berdasarkan dalil-dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah, para pendahulu umat sepakat menyatakan bahwa hari raya dalam Islam hanya ada dua, yaitu Idul Fithri dan Idul Adha, selain itu, semua hari raya yang berkaitan dengan seseorang, kelompok, peristiwa atau lainnya adalah bid'ah, kaum muslimin tidak boleh melakukannya, mengakuinya, menampakkan kegembiraan karenanya dan membantu terselenggaranya, karena perbuatan ini merupakan perbuatan yang melanggar batas-batas Allah, sehingga dengan begitu pelakunya berarti telah berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri. Jika hari raya itu merupakan simbol orang-orang kafir, maka ini merupakan dosa lainnya, karena dengan begitu berarti telah bertasyabbuh (menyerupai) mereka di samping merupakan keloyalan terhadap mereka, padahal Allah Subhanahu wa Ta'ala telah melarang kaum mukminin ber-tasyabbuh dengan mereka dan loyal terhadap mereka di dalam KitabNya yang mulia, dan telah diriwayatkan secara pasti dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda.

"Artinya : Barangsiapa menyerupai suatu kaum, berarti ia termasuk golongan mereka."[1]

Valentin's day termasuk jenis yang disebutkan tadi, karena merupakan hari raya Nashrani, maka seorang muslim yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir tidak boleh melakukannya, mengakuinya atau ikut mengucapkan selamat, bahkan seharusnya me-ninggalkannya dan menjauhinya sebagai sikap taat terhadap Allah dan RasulNya serta untuk menjauhi sebab-sebab yang bisa menimbulkan kemurkaan Allah dan siksaNya. Lain dari itu, diharamkan atas setiap muslim untuk membantu penyelenggaraan hari raya tersebut dan hari raya lainnya yang diharamkan, baik itu berupa makanan, minuman, penjualan, pembelian, produk, hadiah, surat, iklan dan sebagainya, karena semua ini termasuk tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan serta maksiat terhadap Allah dan RasulNya, sementara Allah Swt telah berfirman.

"Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya." [Al-Ma'idah: 2]

Dari itu, hendaknya setiap muslim berpegang teguh dengan Al-Kitab dan As-Sunnah dalam semua kondisi, lebih-lebih pada saat-saat terjadinya fitnah dan banyaknya kerusakan. Hendaknya pula ia benar-benar waspada agar tidak terjerumus ke dalam kese-satan orang-orang yang dimurkai, orang-orang yang sesat dan orang-orang fasik yang tidak mengharapkan kehormatan dari Allah dan tidak menghormati Islam. Dan hendaknya seorang muslim kembali kepada Allah dengan memohon petunjukNya dan keteguhan didalam petunjukNya. Sesungguhnya, tidak ada yang dapat memberi petunjuk selain Allah dan tidak ada yang dapat meneguhkan dalam petunjukNya selain Allah Subhanahu wa Ta'ala. Hanya Allah lah yang kuasa memberi petunjuk.

Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.











Hukum Perayaan Menyambut Tahun Baru 1/3
HUKUM PERAYAAN MENYAMBUT TAHUN 2000 MASEHI [MILENIUM KETIGA]

Oleh
Al-Lajnah Ad-Da'imah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta
Bagian Pertama dari Tiga Tulisan 1/3

Pertanyaan.
Al-Lajnah Ad-Da'imah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta ditanya :

[1]. Pada beberapa hari belakangan ini, kami menyaksikan betapa gencarnya liputan mass-media mass-media (cetak maupun elektronik) dalam rangka menyambut datangnya tahun 2000M dan permulaan Milenium Ketiga seputar kejadian-kejadian dan prosesi-prosesinya. Terlihat bahwa orang-orang kafir dari kalangan yahudi dan nashrani serta selain mereka begitu suka cita menggantungkan harapan-harapan dengan adanya hal itu.

Pertanyaannya, wahai Syaikh yang mulia. Sesungguhnya sebagian mereka yang menisbatkan diri sebagai orang Islam telah juga menunjukkan perhatiannya terhadap hal ini dan menganggapnya sebagai momentum bahagia sehingga mengaitkan hal itu dengan pernikahan, pekerjaan mereka atau memajang/menempelkan pengumuman tentang hal itu di altar-altar perdagangan atau perusahaan mereka dan lain sebagainya yang menimbulkan dampak negatif bagi seorang Muslim.

Dalam hal ini, apakah hukum mengangungkan momentum seperti itu dan menyambutnya serta saling mengucapkan selamat karenanya, baik secara lisan, melalui kartu khusus yang dicetak dan lain sebagainya, menurut syari'at Islam ? Semoga Allah memberikan ganjaran pahala kepada anda atas amal shalih terhadap Islam dan kaum Muslimin dengan sebaik-baik ganjaran.

[2]. Dalam versi pertanyaan yang lain : Orang-orang yahudi dan nashrani bersiap-siap untuk menyambut datang tahun baru 2000 Masehi berdasarkan sejarah mereka dalam bentuk yang tidak lazim demi mempromosikan program-program serta keyakinan-keyakinan mereka di seluruh dunia, khususnya di negeri-negeri Islam.

Sebagian kaum Muslimin telah terpengaruh dengan promosi ini sehingga mereka nampak mempersiapkan segala sesuatunya untuk hal itu, dan di antara mereka ada yang mengumumkan potongan harga (diskon) atas barang dagangannnya spesial buat momentum ini. Kiranya, dikhawatirkan kelak hal ini berkembang menjadi aqidah kaum Muslimin di dalam ber-wala' (loyal) terhadap orang-orang non Muslim.

Kami berharap mendapatkan penjelasan anda seputar hukum keikutsertaan kaum Muslimin dalam momentum-momentum kaum kafir, mempromosikan hal itu dan menyambutnya. Demikian juga hukum menon-aktifkan kegiatan kerja oleh sebagian lembaga dari perusahaan berkenaan dengan hal itu.

Apakah melakukan sesuatu dari hal-hal tersebut dan semisalnya atau rela terhadapnya mempengaruhi aqidah seorang Muslim ?

Jawaban.
Sesungguhnya nikmat yang paling besar yang dianugrahkan oleh Allah kepada para hambaNya adalah nikmat Islam dan hidayah kepada jalanNya yang lurus. Di antara rahmatNya pula, Allah Ta'ala mewajibkan kepada para hambaNya, kaum Mukminin, agar memohon hidayahNya di dalam shalat-shalat mereka. Mereka memohon kepadaNya agar mendapatkan hidayah ke jalan yang lurus dan mantap di atasnya. Dalam hal ini, Allah Ta'ala telah memberikan spesifikasi jalan (shirath) ini sebagai jalan para Nabi, Ash-Shiddiqin, Syuhada dan orang-orang shalih yang Dia anugrahkan nikmatNya kepada mereka. Jadi, bukan jalan orang-orang yahudi, nashrani dan seluruh orang-orang kafir dan musyrik yang menyimpang darinya.

Bila hal ini sudah diketahui, maka adalah wajib bagi seorang Muslim untuk mengenal kadar nikmat Allah kepadanya sehingga dengan itu, dia mau bersyukur kepadaNya melalui ucapan, perbuatan dan keyakinan. Dalam pada itu, dia juga akan menjaga nikmat ini dan membentenginya serta melakukan sebab-sebab yang dapat menjaga hilangnnya nikmat tersebut.

Bagi orang yang diberikan bashiroh (pemahaman mendalam) terhadap Dienullah di saat kondisi dunia dewasa ini yang diselimuti oleh pencampuradukan antara al-haq dan kebatilan pada kebanyakan orang, dia akan mengetahui dengan jelas upaya keras yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam untuk menghapus kebenarannya dan memadamkan cahayanya, upaya menjauhkan kaum Muslimin darinya serta memutuskan kontak mereka dengannya melalui berbagai sarana yang memungkinkan. Belum lagi, upaya memperburuk citra Islam dan melabelkan tuhudan dan kebohongan-kebohongan terhadanya guna menghadang seluruh manusia dari jalan Allah dan dari beriman kepada wahyu yang diturunkan kepada RasulNya, Muhammad bin Abdullah. Pembenaran statement ini dibuktikan oleh firman-firman Allah Ta'ala.

"Artinya : Sebagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kami beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran" [Al-Baqarah : 109]

"Artinya : Segolongan dari ahli kitab ingin menyesatkan kamu, padahal mereka (sebenarnya) tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak menyadarinya" [Ali-Imran : 69]

"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mentaati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi" [Ali-Imran : 149]

"Artinya : Katakanlah, Hai ahli kitab, mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kamu menghendakinya menjadi bengkok, padahal kamu menyaksikan, "Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan" [Ali Imran : 99]


Dan ayat-ayat lainnya. Akan tetapi meskipun demikian, Allah Ta'ala telah berjanji untuk mejaga dienNya dan kitabNya, dalam firmanNya.

"Artinya : Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya" [Al-Hijr : 9]

Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak.

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberitakan bahwa akan selalu muncul suatu golongan dari umatnya yang berjalan di atas al-haq, tidak membahayakan mereka orang yang menghinakan mereka ataupun menentang mereka hingga terjadi hari Kiamat. Segala puji bagi Allah pujian yang banyak dan kita memohon kepadaNya Yang Maha Dekat dan Mengabulkan Permohonan agar menjadikan kita dan saudara-saudara kita kaum Muslimin termasuk dari golongan tersebut, sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia.

Dengan ini, Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Ilmiah wal Ifta setelah mendengar dan melihat adanya penyambutan yang demikian meriah dan perhatian yang serius dan beberapa golongan orang-orang yahudi dan nashrani serta orang-orang yang menisbatkan diri kepada Islam yang terpengaruh oleh mereka berkenaan dengan telah berakhirnya momentum tahun 2000 dan menyongsong Milenium Ketiga menurut Kalender Masehi, maka suka tidak suka, Lajnah Daimah Lil Buhuts Ilmiah wal Ifta wajib memberikan nasehat dan penjelasan kepada seluruh kaum Muslimin tentang hakikat momentum ini serta hukum syariat yang suci ini terhadapnya sehingga kaum Muslimin memahami dengan baik dien mereka dan berhati-hati. Dengan demikian, tidak terjerumus ke dalam kesesatan-kesesatan orang-orang yahudi yang dimurkai dan orang-orang nashrani yang sesat.


[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Darul Haq]














Hukum menyambut hari Natal/non muslim & Tahun Baru
Penulis: Kitab At-Tauhid Lish-Shaffil Awwal Al-Aliy
Manhaj, 11 - Desember - 2003, 23:03:35
Hukum menyambut dan merayakan hari Raya non Muslim (Natal/Tahun Baru, red)

Sesungguhnya di antara konsekwensi terpenting dari sikap membenci orang-orang kafir ialah menjauhi syi'ar dan ibadah mereka. Sedangkan syi'ar mereka yang paling besar adalah hari raya mereka, baik yang berkaitan dengan tempat maupun waktu. Maka orang Islam berkewajiban menjauhi dan meninggalkannya.

Ada seorang lelaki yang datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk meminta fatwa karena ia telah bernadzar memotong hewan di Buwanah (nama sebuah tempat), maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menanyakan kepadanya (yang artinya) : " Apakah disana ada berhala, dari berhala-berhala orang Jahiliyah yang disembah ?" Dia menjawab, "Tidak". Beliau bertanya, "Apakah di sana tempat dilaksanakannya hari raya dari hari raya mereka ?" Dia menjawab, "Tidak". Maka Nabi bersabda, "Tepatillah nadzarmu, karena sesungguhnya tidak boleh melaksanakan nadzar dalam maksiat terhadap Allah dalam hal yang tidak dimiliki oleh anak Adam"
[Hadits Riwayat Abu Daud dengan sanad yang sesuai dengan syarat Al-Bukhari dan Muslim]

Hadits diatas menunjukkan, tidak bolehnya menyembelih untuk Allah di bertepatan dengan tempat yang digunakan menyembelih untuk selain Allah ; atau di tempat orang-orang kafir merayakan pesta atau hari raya. Sebab hal itu berarti mengikuti mereka dan menolong mereka di dalam mengagungkan syi'ar-syi'ar mereka, dan juga karena menyerupai mereka atau menjadi wasilah yang mengantarkan kepada syirik. Begitu pula ikut merayakan hari raya (hari besar) mereka mengandung wala' (loyalitas) kepada mereka dan mendukung mereka dalam menghidupkan syi'ar-syi'ar mereka.

Di antara yang dilarang adalah menampakkan rasa gembira pada hari raya mereka, meliburkan pekerjaan (sekolah), memasak makanan-makanan sehubungan dengan hari raya mereka (kini kebanyakan berpesiar, berlibur ke tempat wisata, konser, acara musik, diakhiri mabuk-mabukan atau perzinaan, red).

Dan diantaranya lagi ialah mempergunakan kalender Masehi, karena hal itu menghidupkan kenangan terhadap hari raya Natal bagi mereka. Karena itu para shahabat menggunakan kalender Hijriyah sebagai gantinya.

Syaikhul Islam Ibnu Timiyah berkata, "Ikut merayakan hari-hari besar mereka tidak diperbolehkan karena dua alasan".

Pertama. Bersifat umum, seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa hal tersebut berarti mengikuti ahli Kitab, yang tidak ada dalam ajaran kita dan tidak ada dalam kebiaasaan Salaf. Mengikutinya berarti mengandung kerusakan dan meninggalkannya terdapat maslahat menyelisihi mereka. Bahkan seandainya kesamaan yang kita lakukan merupakan sesuatu ketetapan semata, bukan karena
mengambilnya dari mereka, tentu yang disyari'atkan adalah menyelisihiya karena dengan menyelisihinya terdapat maslahat seperti yang telah diisyaratkan di atas. Maka barangsiapa mengikuti mereka, dia telah kehilangan maslahat ini sekali pun tidak melakukan mafsadah (kerusakan) apapun, terlebih lagi kalau dia melakukannya.

Alasan Kedua.
Karena hal itu adalah bid'ah yang diada adakan. Alasan ini jelas menunjukkan bahwa sangat dibenci hukumnya menyerupai mereka dalam hal itu".

Beliau juga mengatakan, "Tidak halal bagi kaum muslimin ber-Tasyabuh (menyerupai) mereka dalam hal-hal yang khusus bagi hari raya mereka ; seperti, makanan, pakaian, mandi, menyalakan lilin, meliburkan kebiasaan seperti bekerja dan beribadah ataupun yang lainnya. Tidak halal mengadakan kenduri atau memberi hadiah atau menjual barang-barang yang diperlukan untuk hari raya tersebut. Tidak halal mengizinkan anak-anak ataupun yang lainnya melakukan permainan pada hari itu, juga tidak boleh menampakkan perhiasan.

Ringkasnya, tidak boleh melakukan sesuatu yang menjadi ciri khas dari syi'ar mereka pada hari itu. (Dalam Iqtidha Shirathal Mustaqim, pentahqiq Dr Nashir Al-'Aql 1/425-426).

Hari raya mereka bagi umat Islam haruslah seperti hari-hari biasanya, tidak ada hal istimewa atau khusus yang dilakukan umat Islam. Adapun jika dilakukan hal-hal tersebut oleh umat Islam dengan sengaja [1] maka berbagai golongan dari kaum salaf dan khalaf menganggapnya makruh. Sedangkan pengkhususan seperti yang tersebut di atas maka tidak ada perbedaan di antara ulama, bahkan sebagian ulama menganggap kafir orang yang melakukan hal tersebut, karena dia telah mengagungkan syi'ar-syi'ar kekufuran.

Segolongan ulama mengatakan. "Siapa yang menyembelih kambing pada hari raya mereka (demi merayakannya), maka seolah-olah dia menyembelih babi". Abdullah bin Amr bin Ash berkata, "Siapa yang mengikuti negera-negara 'ajam (non Islam) dan melakukan perayaan Nairuz [2] dan Mihrajan [3] serta menyerupai mereka sampai ia meninggal dunia dan dia belum bertobat, maka dia akan dikumpulkan bersama mereka pada Hari Kiamat.


Footnote :
[1] Mungkin yang dimaksud (yang benar) adalah 'tanpa sengaja'.
[2] Nairuz atau Nauruz (bahasa Persia) hari baru, pesta tahun baru Iran yang
bertepatan dengan tanggal 21 Maret -pent.
[3] Mihrajan, gabungan dari kata mihr (matahari) dan jan (kehidupan atau
ruh), yaitu perayaan pada pertengahan musim gugur, di mana udara tidak panas
dan tidak dingin. Atau juga merupakan istilah bagi pesta yang diadakan untuk
hari bahagia -pent.

(Dinukil dari tulisan Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, dalam kitab At-Tauhid Lish-Shaffil Awwal Al-Aliy[Edisi Indonesia, Kitab Tauhid 1])

Bagaimana semestinya sikap Muslim yang tepat menyikapi hari raya Natal/Tahun Baru/Non Muslim lainnya ?

Berikut nasihat dari Komisi Tetap Saudi Arabia

"Sesungguhnya nikmat terbesar yang diberikan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala kepada hamba-Nya adalah nikmat Islam dan iman serta istiqomah di atas jalan yang lurus. Allah Subhannahu wa Ta'ala telah memberitahukan bahwa yang dimaksud jalan yang lurus adalah jalan yang ditempuh oleh hamba-hamba-Nya yang telah diberi nikmat dari kalangan para nabi, shiddiqin, syuhadaa dan sholihin (Qs. An Nisaa :69).

Jika diperhatikan dengan teliti, maka kita dapati bahwa musuh-musuh Islam sangat gigih berusaha mema-damkan cahaya Islam, menjauhkan dan menyimpangkan ummat Islam dari jalan yang lurus, sehingga tidak lagi istiqomah.Hal ini diberitahukan sendiri oleh Allah Ta'ala di dalam firman-Nya, diantaranya, yang artinya: "Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesung-guh-Nya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. 2:109)

Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala yang lain, artinya: Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kamu menghendakinya menjadi beng-kok, padahal kamu menyaksikan". Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan. (QS. 3:99)

Firman ALLAH (yang artinya) : " Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menta'ati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu kebelakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi". (QS. 3:149)

Salah satu cara mereka untuk menjauhkan umat Islam dari agama (jalan yang lurus)yakni dengan menyeru dan mempublikasikan hari-hari besar mereka ke seluruh lapisan masyara-kat serta dibuat kesan seolah-oleh hal itu merupakan hari besar yang sifatnya umum dan bisa diperingati oleh siapa saja. Oleh karena itu, Komisi Tetap Urusan Penelitian Ilmiyah dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi telah memberikan fatwa berkenaan dengan sikap yang seharusnya dipegang oleh setiap muslim terhadap hari-hari besar orang kafir.Secara garis besar fatwa yang dimaksud adalah:

Sesungguhnya kaum Yahudi dan Nashara menghubungkan hari-hari besar mereka dengan peristiwa-peritiwa yang terjadi dan menjadikannya sebagai harapan baru yang dapat memberikan keselamatan, dan ini sangat tampak di dalam perayaan milenium baru (tahun 2000 lalu), dan sebagian besar orang sangat sibuk memperangatinya, tak terkecuali sebagian saudara kita -kaum muslimin- yang terjebak di dalamnya. Padahal setiap muslim seharusnya menjauhi hari besar mereka dan tak perlu menghiraukannya.

Perayaan yang mereka adakan tidak lain adalah kebatilan semata yang dikemas sedemikian rupa, sehingga kelihatan menarik. Di dalamnya berisikan pesan ajakan kepada kekufuran, kesesatan dan kemungkaran secara syar'i seperti: Seruan ke arah persatuan agama dan persamaan antara Islam dengan agama lain. Juga tak dapat dihindari adanya simbul-simbul keagamaan mereka, baik berupa benda, ucapan ataupun perbuatan yang tujuannya bisa jadi untuk menampakkan syiar dan syariat Yahudi atau Nasrani yang telah terhapus dengan datangnya Islam atau kalau tidak agar orang menganggap baik terhadap syariat mereka, sehingga biasnya menyeret kepada kekufuran. Ini merupakan salah satu cara dan siasat untuk menjauhkan umat Islam dari tuntunan agamanya, sehingga akhirnya merasa asing dengan agamanya sendiri.

Telah jelas sekali dalil-dalil dari Al Quran, Sunnah dan atsar yang shahih tentang larangan meniru sikap dan perilaku orang kafir yang jelas-jelas itu merupakan ciri khas dan kekhususan dari agama mereka, termasuk di dalam hal ini adalah Ied atau hari besar mereka.Ied di sini mencakup segala sesuatu baik hari atau tempat yang diagung-agungkan secara rutin oleh orang kafir, tempat di situ mereka berkumpul untuk mengadakan acara keagamaan, termasuk juga di dalam hal ini adalah amalan-amalan yang mereka lakukan. Keseluruhan waktu dan tempat yang diagungkan oleh orang kafir yang tidak ada tuntunannya di dalam Islam, maka haram bagi setiap muslim untuk ikut mengagungkannya.

Larangan untuk meniru dan memeriahkan hari besar orang kafir selain karena adanya dalil yang jelas juga dikarenakan akan memberi dampak negatif, antara lain:
Orang-orang kafir itu akan merasa senang dan lega dikarenakan sikap mendukung umat Islam atas kebatilan yang mereka lakukan.
Dukungan dan peran serta secara lahir akan membawa pengaruh ke dalam batin yakni akan merusak akidah yang bersangkutan secara bertahap tanpa terasa.
Yang paling berbahaya ialah sikap mendukung dan ikut-ikutan terhadap hari raya mereka akan menumbuhkan rasa cinta dan ikatan batin terhadap orang kafir yang bisa menghapuskan keimanan.Ini sebagaimana yang difirmankan Allah Ta'ala, (yang artinya) : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya o-rang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim". (QS. 5:51)

Dari uraian di atas, maka tidak diperbolehkan bagi setiap muslim yang mengakui Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai nabi dan rasul, untuk ikut merayakan hari besar yang tidak ada asalnya di dalam Islam, tidak boleh menghadiri, bergabung dan membantu terselenggaranya acara tersebut.Karena hal ini termasuk dosa dan melanggar batasan Allah.Dia telah melarang kita untuk tolong-menolong di dalam dosa dan pelanggaran, sebagaimana firman Allah, (yang artinya) : "Dan tolong-menolonglah kamu di dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya." (QS. 5:2)

Tidak diperbolehkan kaum muslimin memberikan respon di dalam bentuk apapun yang intinya ada unsur dukungan, membantu atau memeriahkan perayaan orang kafir, seperti : iklan dan himbauan; menulis ucapan pada jam dinding atau fandel; menyablon/membuat baju bertuliskan perayaan yang dimaksud; membuat cinderamata dan kenang-kenangan; membuat dan mengirimkan kartu ucapan selamat; membuat buku tulis;memberi keistimewaan seperti hadiah /diskon khusus di dalam perdagangan, ataupun(yang banyak terjadi) yaitu mengadakan lomba olah raga di dalam rangka memperingati hari raya mereka. Kesemua ini termasuk di dalam rangka membantu syiar mereka.

Kaum muslimin tidak diperbolehkan beranggapan bahwa hari raya orang kafir seperti tahun baru (masehi), atau milenium baru sebagai waktu penuh berkah(hari baik) yang tepat untuk memulai babak baru di dalam langkah hidup dan bekerja, di antaranya adalah seperti melakukan akad nikah,memulai bisnis, pembukaan proyek-proyek baru dan lain-lain. Keyakinan seperti ini adalah batil dan hari tersebut sama sekali tidak memiliki kelebihan dan ke-istimewaan di atas hari-hari yang lain.

Dilarang bagi umat Islam untuk mengucapkan selamat atas hari raya orang kafir, karena ini menunjukkan sikap rela terhadapnya di samping memberikan rasa gembira di hati mereka.Berkaitan dengan ini Ibnul Qayim rahimahullah pernah berkata, "Mengucapkan selamat terhadap syiar dan simbol khusus orang kafir sudah disepakati kaha-ramannya seperti memberi ucapan selamat atas hari raya mereka, puasa mereka dengan mengucapkan, "Selamat hari raya (dan yang semisalnya), meskipun pengucapnya tidak terjeru-mus ke dalam kekufuran, namun ia telah melakukan keharaman yang besar, karena sama saja kedudukannya dengan mengucapkan selamat atas sujudnya mereka kepada salib. Bahkan di hadapan Allah, hal ini lebih besar dosanya daripada orang yang memberi ucapan selamat kapada peminum khamar, pembunuh, pezina dan sebagainya. Dan banyak sekali orang Islam yang tidak memahami ajaran agamanya, akhirnya terjerumus ke dalam hal ini, ia tidak menyadari betapa besar keburukan yang telah ia lakukan. Dengan demikian, barang siapa memberi ucapan selamat atas kemaksiatan, kebid'ahan dan lebih-lebih kekufuran, maka ia akan berhadapan dengan murka Allah". Demikian ucapan beliau rahimahullah!

Setiap muslim harus merasa bangga dan mulia dengan hari rayanya sendiri termasuk di dalam hal ini adalah kalender dan penanggalan hijriyah yang telah disepakati oleh para shahabat Radhiallaahu anhu, sebisa mungkin kita pertahan kan penggunaannya, walau mungkin lingkungan belum mendukung. Kaum muslimin sepeninggal shahabat hingga sekarang (sudah 14 abad), selalu menggunakannya dan setiap pergantian tahun baru hijriyah ini, tidak perlu dengan mangadakan perayaan-perayaan tertentu.
Demikianlah sikap yang seharusnya dimiliki oleh setiap mukmin, hendaknya ia selalu menasehati dirinya sendiri dan berusaha sekuat tenaga menyelamatkan diri dari apa-apa yang menyebabkan kemurkaan Allah dan laknatNya. Hendaknya ia mengambil petunjuk hanya dari Allah dan menjadikan Dia sebagai penolong.

(Dinukil dari Fatwa Komisi Tetap untuk Penelitian Ilmiyah dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi tentang Perayaan Milenium Baru tahun 2000.
Tertanda
Ketua: Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh
Anggota: Syaikh Abdullah bin Abdur Rahman Al-Ghadyan, Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid, Syakh Shalih bin Fauzan Al Fauzan)


HUKUM MERAYAKAN HARI ULANG TAHUN

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Baz



Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : "Apa hukum merayakan hari ulang tahun ?".

Jawaban.
Merayakan hari ulang tahun tidak ada dasarnya sama sekali di dalam syari'at yang suci ini, bahkan termasuk perbuatan bid'ah, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Barangsiapa mengada-ada dalam perkara (agama) kita ini yang bukan bagian darinya, maka perbuatan itu tertolak".

Dalam lafazh Imam Muslim dan dikomentari oleh Imam Al-Bukhari di dalam
Shahih-nya disebutkan.

"Artinya : Barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan (dalam agama) yang tidak ada perintah dari kami, maka perbuatan tersebut tertolak".

Yang telah diketahui bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah mengadakan perayaan ulang tahun selama hidupnya, tidak pernah memerintahkan-pun tidak ada dari sahabat yang melakukannya. Demikian pula para Al-Khulafaur Rasyidun, para sahabat Nabi semuanya tidak pernah mengerjakan perbuatan itu, padahal mereka adalah manusia paling tahu terhadap sunnah-sunnah Nabi dan manusia yang paling disukai oleh Nabi serta paling gemar mengikuti setiap apa yang diajarkan oleh Nabi. Jika perayaan ulang tahun disyari'atkan, tentu mereka melakukannya. Demikian para ulama terdahulu, tidak ada yang mengerjakannya, tidak pula memerintahkannya.

Dengan demikian bisa dipahami bahwa perbuatan tersebut bukan dari syari'at yang dibawa oleh Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kami bersaksi atas Allah Subhanahu wa Ta'ala dan semua kaum muslimin, seandainya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengerjakannya atau memerintahkannya, atau para sahabat melakukannya, niscaya kami akan mengerjakannya pula dan mengajak untuk mengerjakannya. Karena kami, alhamdulillah paling senang mengikuti sunnahnya dan mengagungkan perintahnya. Kita mohonkan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar tetap teguh dalam kebenaran dan selamat dari apa yang menyalahi syari'at Allah yang suci, sesungguhnya Dia Mahabaik dan Mahamulia. [Fatawa Mar'ah, 2/10]


[Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, Fatwa-Fatwa Tentang Wanita-3, hal 290-291 Darul Haq]








HUKUM MERAYAKAN ULANG TAHUN ANAK


Oleh
Syaikh Muhamamd bin Shalih Al-Utsaimin



Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah perayaan ulang tahun anak termasuk tasyabbuh (tindakan menyerupai) dengan budaya orang barat yang kafir ataukah semacam cara menyenangkan dan menggembirakan hati anak dan keluarganya ?

Jawaban.
Perayaan ulang tahun anak tidak lepas dari dua hal ; dianggap sebagai ibadah, atau hanya adat kebiasaan saja. Kalau dimaksudkan sebagai ibadah, maka hal itu termasuk bid’ah dalam agama Allah. Padahal peringatan dari amalan bid’ah dan penegasan bahwa dia termasuk sesat telah datang dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda:

“Artinya : Jauhilah perkara-perkara baru. Sesungguhnya setiap bid’ah adalah sesat. Dan setiap kesesatan berada dalam Neraka”.

Namun jika dimaksudkan sebagai adat kebiasaan saja, maka hal itu mengandung dua sisi larangan.

Pertama.
Menjadikannya sebagai salah satu hari raya yang sebenarnya bukan merupakan hari raya (‘Ied). Tindakan ini berarti suatu kelalancangan terhadap Allah dan RasulNya, dimana kita menetapkannya sebagai ‘Ied (hari raya) dalam Islam, padahal Allah dan RasulNya tidak pernah menjadikannya sebagai hari raya.

Saat memasuki kota Madinah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapati dua hari raya yang digunakan kaum Anshar sebagai waktu bersenang-senang dan menganggapnya sebagai hari ‘Ied, maka beliau bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya Allah telah menggantikan bagi kalian hari yang lebih baik dari keduanya, yaitu ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha”

Kedua.
Adanya unsur tasyabbuh (menyerupai) dengan musuh-musuh Allah. Budaya ini bukan merupakan budaya kaum muslimin, namun warisan dari non muslim. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Barangsiapa meniru-niru suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”

Kemudian panjang umur bagi seseorang tidak selalu berbuah baik, kecuali kalau dihabiskan dalam menggapai keridhaan Allah dan ketaatanNya. Sebaik-baik orang adalah orang yang panjang umurnya dan baik amalannya. Sementara orang yang paling buruk adalah manusia yang panjang umurnya dan buruk amalanya.

Karena itulah, sebagian ulama tidak menyukai do’a agar dikaruniakan umur panjang secara mutlak. Mereka kurang setuju dengan ungkapan : “Semoga Allah memanjangkan umurmu” kecuali dengan keterangan ‘ Dalam ketaatanNya” atau “Dalam kebaikan” atau kalimat yang serupa. Alasannya umur panjang kadangkala tidak baik bagi yang bersangkutan, karena umur yang panjang jika disertai dengan amalan yang buruk –semoga Allah menjauhkan kita darinya- hanya akan membawa keburukan baginya, serta menambah siksaan dan malapetaka.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (kearah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui. Dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana amat teguh” [Al-A’raf : 182-183]

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Dan janganlah sekali-kali orang kafir menyangka bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah labih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka, dan bagi mereka adzab yang menghinakan” [Ali-Imran : 178]

[Fatawa Manarul Islam 1/43]

[Disalin dari kitab Fatawa Ath-thiflul Muslim, edisi Indonesia 150 Fatwa Seputar Anak Muslim, Penyusun Yahya bin Sa’id Alu Syalwan, Penerjemah Ashim, Penerbit Griya Ilmu]

Kategori : Fatwa_Ulama
Hukum merayakan ulang tahun dalam Islam

Merayakan Hari Lahir dan Ulang Tahun

Tanya : Bagaimana hukum yang berkaitan dengan perayaan hari ulang tahun perkawinan dan hari lahir anak-anak ?
Jawaban : Tidak pernah ada (dalam syar’iat tentang) perayaan dalam Islam kecuali hari Jum’at yang merupakan Ied (hari Raya) setiap pekan, dan hari pertama bulan Syawaal yang disebut hari Ied al-Fitr dan hari kesepuluh Dzulhijjah atau disebut Ied Al-Adhaa - atau sering disebut hari ' Ied Arafah - untuk orang yang berhaji diArafah dan hari Tasyriq (tanggal ke 11, 12, 13 bulan Dzul-Hijjah) yang merupakan hariIed yang menyertai hari IedhulAdhaa.

Perihal hari lahir orang-orang atau anak-anak atau hari ultah perkawinan dan semacamnya, semua ini tidak disyariatkan dalam (Islam) dan merupakan bid’ah yang sesat. (Syaikh Muhammad Salih Al ' Utsaimin)

Sumber :
Al-Bid'u wal-Muhdatsaat wa maa laa Asla Lahu- Halaman 224; Fataawa fadhilatusy-Syaikh Muhammad As-Saalih Al-'Utsaimin- Jilid 2, Halaman 302.

(Diterjemahkan dari http://www.fatwa-online.com/fataawa/innovations/celebrations/cel003/0010428_1.htm)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar